Suluah Bendang dalam Nagari, Menjaga Cahaya Filosofi di Tengah Komunitas Minangkabau

Konsep Suluah Bendang atau cahaya terang, memiliki makna yang jauh melampaui pelita di dalam Rumah Gadang. Dalam skala yang lebih luas, ia adalah prinsip filosofis yang vital, yang menjadi fondasi bagi tatanan sosial, politik, dan spiritual di setiap Nagari (kesatuan desa adat) di Minangkabau. Suluah Bendang dalam konteks nagari adalah simbol kepemimpinan, ilmu pengetahuan, dan hukum adat yang harus selalu menerangi kehidupan bersama agar komunitas tidak tersesat dalam kegelapan kebodohan atau konflik.

Nagari sebagai Rumah Besar

Jika Rumah Gadang adalah rumah komunal bagi satu kaum, maka Nagari adalah Rumah Besar bagi seluruh masyarakat yang terikat oleh adat dan wilayah. Nagari dipimpin oleh lembaga adat yang kuat, di mana peran Tungku Tigo Sajarangan (tiga tungku sebarisan) sangat menentukan: Ninik Mamak (pemimpin adat), Alim Ulama (pemimpin agama), dan Cadiak Pandai (kaum cerdik pandai/intelektual).

Dalam konteks Nagari, Suluah Bendang adalah Ilmu dan Kebijaksanaan kolektif dari ketiga pilar tersebut. Cahaya ini memastikan bahwa setiap keputusan, mulai dari pembagian warisan hingga penyelesaian sengketa tanah, diambil berdasarkan prinsip Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

Suluah Kebijaksanaan: Peran Ninik Mamak

Ninik Mamak (para tetua adat yang memegang kekuasaan dan bertanggung jawab atas kaumnya) diibaratkan sebagai lampu penerang adat yang harus selalu menyala.

Mereka membawa Cahaya Adat yang memastikan hukum dan tata tertib ditegakkan dengan adil. Kebijaksanaan mereka dalam menyelesaikan sengketa (konflik) adalah Suluah yang mencegah Nagari terjerumus dalam kekacauan. Dalam musyawarah, ucapan mereka harus jernih dan benar, layaknya cahaya yang tidak membiarkan keraguan. Tugas mereka adalah menjaga Nagari agar selalu berada di jalur yang terang, sesuai dengan pepatah: Dek ruponyo niniak mamak nan ka manarangkan.

Bendang Agama: Peran Alim Ulama

Cahaya kedua datang dari Alim Ulama, yang mewakili tuntunan agama. Mereka adalah Bendang Syarak yang menjamin bahwa Suluah adat tidak pernah bertentangan dengan ajaran Islam.

Suluah Bendang dalam aspek agama ini memastikan bahwa setiap tindakan dan keputusan di Nagari berlandaskan pada kebenaran Kitabullah. Alim Ulama berfungsi sebagai penjaga moral dan spiritual, membawa cahaya yang paling murni. Mereka mengingatkan bahwa meskipun adat mengatur kehidupan di bumi, pedoman tertinggi datang dari yang di atas, memastikan fondasi Nagari kokoh dan diridhai Tuhan.

Cahaya Cadiak Pandai: Inovasi dan Kemajuan

Pilar ketiga, Cadiak Pandai (kaum intelektual, guru, atau profesional), adalah Suluah Inovasi dan Wawasan. Peran mereka adalah membawa cahaya dari luar (ilmu pengetahuan modern dan perkembangan zaman) ke dalam Nagari.

Mereka memastikan bahwa Nagari tidak tertinggal oleh perubahan dunia. Jika Ninik Mamak menjaga akar dan Alim Ulama menjaga iman, maka Cadiak Pandai menjaga agar dahan dan daun Nagari dapat tumbuh dan beradaptasi. Cahaya mereka adalah wujud dari kemajuan yang terukur, yang tetap menghormati adat dan agama.

Warisan Cahaya yang Tidak Boleh Padam

Suluah Bendang dalam Nagari adalah sistem checks and balances budaya. Ia mengajarkan bahwa kepemimpinan harus dibagi dan tanggung jawab harus diemban bersama. Jika salah satu dari tiga pilar (Tungku Tigo Sajarangan) redup atau padam, maka seluruh Nagari akan jatuh ke dalam kegelapan.

Melalui konsep ini, masyarakat Minangkabau memahami bahwa Nagari adalah amanah. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjadi “lampu” kecil, baik sebagai guru, petani teladan, atau pemuda yang menjaga kehormatan. Dengan ribuan lampu kecil yang menyala, cahaya kolektif Nagari akan menjadi Bendang yang maha terang, menuntun komunitas menuju kemakmuran dan keadilan yang abadi.

Related Posts

Leave a Reply