Gulai Siput (Tujuah Kuruang): Mengungkap Rahasia Kelezatan Siput Sawah dalam Kuah Rempah Khas Pesisir

Di antara kemegahan Randang dan ketegasan Balado, kuliner Minangkabau menyimpan harta tersembunyi yang berasal dari rawa dan sawah, yaitu Gulai Siput. Hidangan ini lebih dikenal di daerah pesisir seperti Pariaman dan beberapa wilayah di Padang sebagai Gulai Tujuah Kuruang.

Gulai Siput bukan sekadar hidangan biasa; ia adalah cerminan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam terdekat—siput sawah atau siput air tawar lainnya—dan mengubahnya menjadi masakan high class melalui kekuatan rempah.

Mengapa Dinamakan Tujuah Kuruang?

Nama Tujuah Kuruang (Tujuh Kurungan) adalah sebutan yang sangat khas untuk Gulai Siput. Meskipun maknanya bisa ditafsirkan berbeda-beda di setiap nagari, nama ini merujuk pada kompleksitas dan kedalaman hidangan:

  1. Tujuh Pintu Rasa: Beberapa penafsir adat mengaitkannya dengan tujuh jenis rempah utama yang wajib ada, yang bersama-sama “mengurung” atau menetralkan aroma khas siput dan menghasilkan kuah gulai yang utuh.

  2. Tujuh Lapisan Adat: Ada pula yang mengaitkannya dengan filosofi kehidupan yang melalui tujuh tingkatan atau kurungan (tahapan), di mana kelezatan sejati diperoleh melalui proses yang panjang dan sabar.

Proses Sacangkuik dan Kesabaran

Rahasia kelezatan Gulai Siput terletak pada proses pengolahan bahan baku yang membutuhkan kesabaran tinggi.

Siput harus melalui proses pembersihan yang sangat cermat. Siput direndam dalam air bersih semalaman atau bahkan beberapa hari agar mengeluarkan kotoran dan lumpur sawah, memastikan dagingnya bersih dari segala hanyir (bau amis).

Ujung cangkang siput seringkali dipotong atau dipecahkan sedikit (sacangkuik). Ini bertujuan agar bumbu gulai dapat meresap sempurna ke dalam daging siput saat dimasak, dan memudahkan penikmat saat menghisap daging dari cangkangnya.

Perpaduan Rempah dan Sayuran

Gulai Siput dibumbui dengan rempah-rempah yang kaya seperti kunyit, jahe, lengkuas, dan cabai, namun seringkali kuahnya sengaja dibuat sedikit lebih cair dan ringan dibandingkan Randang, menjadikannya segar saat dihirup.

Yang membuat hidangan ini unik adalah tambahan sayuran pendamping yang hampir selalu ada, seperti:

  • Daun Pakis (Paku): Memberikan tekstur kenyal dan rasa sedikit earthy dari hutan/rawa.

  • Daun Ubi (Singkong): Memberikan volume dan kelembutan pada kuah.

Perpaduan antara kuah santan pedas, rempah yang hangat, dan sayuran hijau inilah yang menciptakan hidangan yang seimbang, menggugah selera, dan kaya akan tekstur. Ketika disajikan, memakan Gulai Siput adalah sebuah ritual tersendiri, menghisap dagingnya langsung dari cangkang, menikmati kuah yang tersisa di jari.

Gulai Siput (Tujuah Kuruang) adalah bukti nyata kecerdasan kuliner Minangkabau. Ia mengubah bahan sederhana yang tersedia di alam menjadi hidangan pesta yang lezat, bernilai gizi tinggi, dan sarat dengan cerita tentang kearifan dalam mengelola lingkungan. Ia adalah perayaan terhadap kesabaran, detail, dan kekayaan rempah dari Ranah Minang.

Related Posts

Leave a Reply