Sastra klasik Minangkabau memiliki dua bentuk narasi utama yang berfungsi sebagai gudang sejarah, hukum adat, dan nilai-nilai kepahlawanan: Kaba dan Hikayat. Meskipun keduanya sama-sama berisi cerita panjang, fungsi, medium penyampaian, dan karakteristik keduanya sangat berbeda.
Kaba mewakili tradisi lisan yang hidup dan terus berevolusi, sementara Hikayat mewakili tradisi tulisan yang lebih terikat dan merupakan cikal bakal dari banyak cerita Melayu klasik.
Kaba: Seni Bertutur Lisan yang Hidup
Kaba secara harfiah berarti “kabar” atau “berita”. Ia adalah bentuk narasi epik yang disampaikan secara lisan oleh seorang tukang kaba (juru cerita). Kaba adalah seni pertunjukan yang sangat populer di ranah Minang, sering diiringi alat musik tradisional seperti Rabab.
Ciri Khas Kaba:
-
Medium Lisan dan Pertunjukan: Kaba adalah seni pertunjukan rakyat. Keindahan Kaba terletak pada improvisasi dan kemampuan dramatis tukang kaba dalam mengubah suara, mimik, dan irama sesuai dengan tuntutan cerita.
-
Isi yang Dinamis: Karena disampaikan secara lisan dan dari ingatan, Kaba sering mengalami perubahan atau adaptasi seiring waktu dan tempat penceritaan. Setiap tukang kaba mungkin memiliki versi yang sedikit berbeda, menjadikannya dinamis dan relevan dengan konteks lokal.
-
Fokus: Kaba umumnya berfokus pada kisah perjuangan, romansa yang tragis, intrik adat, dan kepahlawanan dari tokoh-tokoh lokal Minangkabau. Contoh paling terkenal adalah Kaba Cindua Mato, yang berisi pertarungan dan pengkhianatan di istana Pagaruyung.
Hikayat: Narasi Tulis yang Formal dan Universal
Hikayat adalah bentuk narasi panjang yang disampaikan secara tertulis, biasanya dalam aksara Jawi (Arab Melayu) atau kemudian dicetak. Hikayat dianggap lebih formal, terstruktur, dan memiliki cakupan yang lebih luas dalam dunia Melayu.
Ciri Khas Hikayat:
-
Medium Tulis dan Formal: Hikayat terikat pada teks dan aturan sastra yang lebih baku. Perubahannya lambat dan cenderung konservatif. Ia sering menjadi bahan bacaan di lingkungan istana atau kaum terpelajar.
-
Isi yang Universal: Meskipun banyak Hikayat yang berasal dari Minangkabau, isinya seringkali bercampur dengan unsur-unsur Islam, pengaruh India (Hindu-Buddha), atau kisah-kisah universal kerajaan. Fokusnya lebih pada tokoh-tokoh kerajaan, kesaktian, dan penyebaran agama. Contoh di Minangkabau termasuk Hikayat Raja-Raja Pasai atau Hikayat Muhammad Hanafiah.
-
Gaya Bahasa: Gaya bahasa Hikayat cenderung lebih puitis, kaku, dan menggunakan banyak kata-kata Melayu Klasik, berbeda dengan Kaba yang bahasanya lebih cair dan dekat dengan dialek sehari-hari.
Fungsi Keduanya dalam Budaya Minang
Baik Kaba maupun Hikayat memiliki fungsi vital dalam melestarikan identitas Minangkabau:
-
Pendidikan Moral: Keduanya mengajarkan nilai-nilai luhur seperti keadilan, keberanian (gagah), kesetiaan, dan pentingnya mematuhi hukum adat dan agama.
-
Sejarah dan Genealogi: Mereka sering kali berisi silsilah, legenda asal-usul nagari, dan peristiwa sejarah (meskipun bercampur mitos) yang menjadi pegangan identitas sebuah suku atau kaum.
Kaba dan Hikayat adalah dua sisi mata uang sastra Minangkabau. Kaba adalah suara rakyat yang dinamis dan bersemangat, sementara Hikayat adalah catatan sejarah yang formal dan abadi. Bersama-sama, keduanya membentuk tubuh literatur yang kaya, memastikan bahwa kisah-kisah kejayaan dan kearifan Minangkabau tidak pernah lekang oleh waktu.

